Petunjuk Pembuatan Wine Buah
A. Proses Pembuatan Wine
A.1. Kebutuhan Bahan untuk 20 Liter wine
- Buah yang akan difermentasi : 5 kg
- gula pasir : 2-3 kg
- Air mineral : 20 Liter
- Ragi/Inokulum Yeast (107 cfu/gr) : 10-20 gram
A. Proses Pembuatan Wine
A.1. Kebutuhan Bahan untuk 20 Liter wine
Probiotik didefinisikan sebagai mikroorganisme hidup yang ketika dikonsumsi dalam jumlah memadai, dapat memberikan manfaat kesehatan pada host nya (Pineiro dan Stanton, 2007). Mikroorganisme tersebut dipercaya mampu meningkatkan atau menjaga rasio antara mikrobiota yang bermanfaat dengan komponen yang tidak diinginkan di dalam kompleks mikrobiota gastrointestinal (GI) (O’Hara dan Shanahan, 2007). Probiotik yang banyak digunakan saat ini termasuk dalam spesies bakteri asam laktat (BAL), diantaranya adalah: laktobacilli, bifidobacteria, Escherichia coli non-patogenik, bacilli, serta spesies yeast seperti Saccharomyces boulardii. Read more “PRODUKSI BAKTERIOSIN SEBAGAI PENANDA SIFAT BAKTERI PROBIOTIK” →
A. Sorghum Manis
Sorghum [Sorghum bicolor (L.) Moench] termasuk dalam suku Andropogonae, keluarga rumput Poaceae. Tebu (Saccharum officinarum) adalah anggota dari suku tersebut dan memiliki kekerabatan yang relatif dekat dengan sorghum. Tanaman sorghum digolongkan sebagai tanaman tahunan, meskipun merupakan rumput abadi yang tumbuh di daerah tropis dan dapat dipanen berkali-kali (FAO, 1995). Sorghum dikenal dengan berbagai nama: Millet Besar dan Jagung Guinea di Afrika Barat, Jagung Kafir di Afrika Selatan, Dura di Sudan, Mtama di Afrika Timur, Jowar di India dan Kaoliang di Cina (Purseglove, 1972). Di Indonesia sorghum telah lama dikenal oleh petani, khususnya di Jawa, NTB dan NTT. Di Jawa sorghum dikenal dengan nama Cantel, sering ditanam oleh petani sebagai tanaman sela atau tumpang sari dengan tanaman lainnya.
Variasi terbesar dalam genus sorghum terdapat di wilayah timur laut Afrika, yaitu: Ethiopia, Sudan dan Afrika Timur (Doggett, 1988). Diperkirakan tanaman sorghum menyebar ke Afrika Timur dari Ethiopia pada sekitar tahun 200 masehi atau sebelumnya. Tanaman tersebut diadopsi serta dibawa ke negara-negara Afrika Timur dan Selatan oleh suku Bantu, yang menggunakan biji-bijian, terutama untuk membuat bir. Tanaman sorghum dibawa ke India dari Afrika Timur selama milenium pertama masehi. Penyebaran sorghum di sepanjang pantai Asia Tenggara dan seluruh Cina terjadi melalui jalur perdagangan sutra dan melalui jalur laut, diangkut dalam kapal-kapal untuk digunakan sebagai stok makanan selama pelayaran (Smith dan Frederiksen, 2000). Read more “Sorghum Manis Sebagai Bahan Baku Bio-Ethanol” →
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack.) berasal dari Nigeria. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi (Fauzi et al., 2002).
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritus dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet, seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di pantai timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara Eropa (Fauzi et al., 2002)
Read more “TEKNIK PENGOMPOSAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT” →Silase adalah hijauan makanan ternak (HMT) yang diawetkan dengan proses ensilasi. Tujuan utama pembuatan silase adalah untuk memaksimumkan pengawetan kandungan nutrisi yang terdapat pada hijauan atau bahan pakan ternak lainnya, agar bisa di disimpan dalam kurun waktu yang lama, untuk kemudian di berikan sebagai pakan bagi ternak. Sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau. Di banyak negara, hasil ensilasi hijauan segar memiliki nilai ekonomi yang tinggi sebagai pakan ternak. Negara-negara eropa, seperti: Belanda, Jerman dan Denmark memproses hampir 90% hijauan yang dihasilkan dari lahan pertaniannya sebagai bahan makanan ternak dengan teknik ensilasi. (Wilkinson et al., 1996).
Read more “Fermentasi Hijauan Pakan Ternak (Silase)” →Dalam beberapa tahun terakhir, telah banyak buku dan jurnal yang diterbitkan terkait perkembangan yang sangat cepat dalam bidang kultur jaringan tanaman dan kultur organ. Hal tersebut didorong oleh meningkatnya kebutuhan akan konservasi sumberdaya pasma nutfah, kebutuhan produk obat-obatan yang lebih baik, meningkatnya kerawanan pangan, kebutuhan akan sumber energi yang terbarukan, serta kekhawatiran terhadap pemanasan global dan berkurangnya sumber air bersih di bumi. Seluruh aspek tersebut tercakup secara komprehensif dalam bidang yang saat ini disebut dengan bioteknologi. Read more “Bioteknologi untuk pemuliaan tanaman” →
Luciferase adalah nama sebuah enzim yang bisa memendarkan cahaya. Produksi cahaya pada kunang-kunang merupakan reaksi kimia yang terjadi pada organ pemancar cahaya, yang terletak pada bagian bawah abdomen (perut). Pada bagian ini, enzim luciferase menggunakan luciferin sebagai substrat untuk merangsang pemancaran cahaya. Cahaya yang dihasilkan memiliki panjang gelombang antara 510 sampai 670 nanometer dengan warna pucat kekuningan hingga hijau kemerahan. Reaksi yang terjadi tersebut tergolong sangat efisien karena dari total reaksi, 96% substrat diubah menjadi energi cahaya. Read more “Resume Jurnal: Luciferase” →
Reaksi berantai polimerase (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah suatu metode enzimatis untuk melipatgandakan secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu dengan cara in vitro. Metode ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1985 oleh Kary B. Mullis, seorang peneliti di perusahaan CETUS Corporation. Pada awal perkembangannya metode PCR hanya digunakan untuk melipatgandakan molekul DNA, namun kemudian dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat digunakan pula untuk melipatgandakan dan melakukan kuantitasi molekul mRNA. Saat ini metode PCR telah banyak digunakan untuk berbagai macam manipulasi dan analisis genetik. Read more “Perkembangan Teknik PCR” →